Haji Riyan, Pimpinan Perlawanan Kharismatik dari Kranji
Tidak ada tokoh
perjuangan pada masa perang revolusi di Bekasi yang tidak kenal Haji Riyan bin
Sirun dari Kranji. Pergaulannya yang sangat luas juga menjadikannya sosok
yang dikenal oleh jaringan ulama di Jakarta dan Bekasi. Kiprahnya dalam dunia perlawanan terhadap
penindasan cukup panjang. Mulai dari jaman Hindia Belanda hingga Belanda datang lagi.
Haji Riyan |
Saat jaman
Hindia Belanda, Haji Riyan masuk dalam jajaran
pimpinan Sarekat Islam (SI)
cabang Distrik Bekasi. Organisasi satu-satunya yang berani secara terang
benderang melawan kekuasaan tuan tanah dan penindasan pemerintahan Belanda. SI
cabang Bekasi bahkan lebih militan dibanding SI lain di wilayah Meester
Cornelis.
Ketika Jepang berkuasa (1942-1945), Haji Riyan aktif di organisasi AAA (Jepang
pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia, Jepang pelindung Asia). Keterlibatannya disini karena lembaga ini merupakan
lembaga yang membuka pintu untuk tercapainya Indonesia merdeka. Namun seiring
waktu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kedua belah pihak. AAA pun hanya
berusia beberapa bulan saja. Tahun 1943 dibubarkan.
Ketika Jepang kalah dan Belanda
berusaha menancapkan kukunya kembali dibumi pertiwi, guru mengaji ini kembali memperlihatkan
taringnya. Mengerahkan masa ke lapangan Ikada untuk mendengarkan pidato Bung
Karno pada 19 September 1945 merupakan awal. Sidik Kertapati selaku tokoh muda
dari Jakarta melakukan konsolidasi gerakan dengan Haji Riyan di Kranji, Guru
Noer Ali di Ujung Malang.
Bersama anak-anaknya, serta sejumlah
cucunya, dia memimpin perlawanan dengan mengangkat senjata. Dengan didukung
Haji Mesir yang juga dari Kranji, mereka saling bahu-membahu. Rumahnya pun
dijadikan markas perjuangan dari kesatuan Pelopor dan Barisan Banteng Republik
Indonesia (BBRI) yang dipimpin anaknya, M. Husein Kamaly. Tidak hanya itu, rumahnya juga menjadi dapur umum, manakala Kali Cakung
masih menjadi garis tapal batas. Itu sebabnya, jalan di sana diberi
nama Jalan Banteng.
Peristiwa
pertempuran yang cukup sengit dibawah pimpinannya adalah saat tentara Inggris
berusaha merangsek ke Bekasi pada 29 November 1945. Bersama sejumlah kesatuan
lain dari laskar maupun BKR pimpinan Letkol Moeffreni Moe’min dan Mayor Sambas
Atmadinata, mereka mencegat di sekitar rel yang membelah jalan (kini jalan
Sultan Agung/sekitar bawah fly over Kranji). Setelah pertempuran jarak dekat,
pihak republik pun mengalami kemenangan mutlak. Mereka berhasil memukul mundur
Inggris. Ini adalah pertempuran pertama yang Head to Head dan pasukan Republik
menang. Sudah sepantasnya di kolong fly over Kranji dibangun sebuah monumen
perjuangan. Karena orang Kranji, Bekasi, dan sekitarnya telah mengalahkan sang
Pemenang Perang Dunia Kedua, yaitu Inggris.
Akibatnya, Haji
Riyan dan Haji Mesir pun masuk dalam data intellijen Belanda sebagai orang yang
berbahaya dan dicari. Kalau istilah sekarang masuk dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO).
Karena menjadi
inceran Inggris dan Sekutu, pria kelahiran 1875 ini pun memindahkan markasnya
ke Kayuringin. Dan terus berpindah tempat sambil melakukan perang gerilya. Padahal
saat itu usianya sudah 70 tahun.
Selama perang
kemerdekaan, sebagai tokoh yang kharismatik dan disegani, dirinya sering kali
menjadi tempat konsultasi bagi para pejuang. Baik dari laskar maupun tentara.
Setelah Belanda angkat kaki dari bumi Bekasi, Haji Riyan kembali beraktivitas seperti semula. Menikmati hidup yang selama ini diimpikan, menjadi bangsa yang benar-benar merdeka. Tidak dalam jajahan negara manapun.
Ayah
dari Husein Kamaly (Ketua DPRD pertama hasil pemilu 1955) ini kemudian
meninggal pada 23 September 1957 di usia 82 tahun. Selama hidupnya, dia beserta anak-anak dan cucu-cucunya
tidak mengambil uang veteran. Baginya, berjuang itu harus ikhlas. Meskipun
begitu Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) tetap menancapkan replika bendera Merah Putih di
pusaranya. Hal ini menunjukkan bahwa negara mengakui dirinya sebagai seorang pejuang
kemerdekaan 1945-1949.
Sebagai seorang
yang berjasa bagi bangsa dan negara, saya sendiri mengusulkan agar beliau
diusulkan sebagai Pahlawan Nasional. Ya setidaknya minimal oleh Pemda Kota
Bekasi disematkan sebagai Pahlawan Bekasi. Karena bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.
Makamnya terletak di Kompleks
pemakaman Mushala Al-Ikhlas, Gang Swadaya, Jalan Banteng, Kranji, Kota Bekasi.
Namun sayang, perannya sebagai seorang pejuang telah dilupakan oleh generasi berikut. Banyak sekali orang Bekasi yang tidak mengenalnya. Jangankan orang Bekasi, orang Kranji atau bahkan yang dijalan Banteng sendiri banyak tidak mengenal siapa beliau.
Endra Kusnawan
Pak tanya donk. Kayuringin itu berasal dari bahasa apa ? Artinya apa ? Mksh.
BalasHapusmantap... saya bangga jadi orang kranji..
BalasHapusTerkhusus untuk penulis sejarah ini, sy pribadi berterima kasih karena dengan membaca ini kami jadi tau ada sosok atau tokoh pejuang di kranji, dan munkin masih banyak lagi para pejuang/pahlawan yg kita tidak tau
BalasHapusUntuk semua pahlawan tampa nama, yg telah berjuang untuk bangsa dan negri ini, atas semua jasa-jasa mu ini semoga Allah SWT memberikan temapat yang terbaik disisinya
Aamiin Ya Rabb
Salam kenal dari cucu nya haji mesir
BalasHapus