Jenderal Sudirman Mampir Ke Gedung Tinggi Tambun
Surat kabar Penjoeloeh Bali edisi 25 Oktober 1946 berjudul “Insiden di Bekasi,” mewartakan kedatangan Panglima Tentara Republik Indonesia (TRI) dari Yogya di Bekasi. Jenderal Sudirman saat itu singgah di daerah pertahanan terdepan Indonesia, Tambun, pada 24 Oktober 1946 saat menuju ke Jakarta melalui jalur kereta api. Kedatangannya ke Jakarta untuk membicarakan perundingan gencatan senjata antara pihak Republik Indonesia dengan Sekutu dan Belanda, sehubungan akan dilangsungkannya Perjanjian Linggarjati di Kuningan, Jawa Barat, pada 11-15 November 1946.
Di Gedung Tinggi Tambun Jenderal Sudirman bertemu dengan Komandan Resimen V Cikampek Letnan Kolonel Moeffreni Moe’min dan anak buahnya.
Setelah selesai, Jenderal Sudirman dan rombongan kembali menaiki kereta. Namun saat mencapai Stasiun Kranji, kereta dihentikan oleh tentara Inggris. Begitu koran berbahasa Belanda, Limburgsch Dagblad yang terbit pada 15 November 1946 menjelaskan. Stasiun Kranji saat itu menjadi pos pemeriksaan pihak sekutu terhadap setiap kereta yang menuju ke atau dari Jakarta.
Mereka meminta kepada Jenderal Sudirman agar tidak membawa serta pengawalnya. Permintaan ini tentu saja tidak langsung disetujui. Untuk itu dirinya meminta agar dia beserta pengawalnya bisa datang ke Jakarta secara bersama. Permintaan tersebut kemudian diteruskan ke markas besar Sekutu di Jakarta.
Hasilnya Jenderal Sudirman diperbolehkan melanjutkan perjalanan ke Jakarta bersama pasukan pengawalnya tetapi seluruh senjatanya harus diserahkan sebelum masuk Jakarta. Permintaan ini pun kembali ditolak. Karena pihak Sekutu tidak bergeming dengan permintaanya, akhirnya Jenderal Sudirman memutuskan untuk kembali Yogyakarta. Jumlah pengawalnya sebanyak 1 pleton TRI (mencapai sekitar 30 orang bersenjata lengkap) yang dipimpin oleh Lukas Kustaryo.
Sebagaimana dijelaskan dalam arsip No. 242 dari Australian Reperesentative Batavia untuk Departement of External Affairs Canbera tertanggal 24 Oktober 1946. Bahwa telah terjadi insiden antara AFNEI dengan Jenderal Sudirman di wilayah Bekasi. Sehingga membuat Jenderal Sudirman kembali, tidak meneruskan perjalanan ke Jakarta.
Diantara argumen yang dikeluarkan oleh Jenderal Sudirman adalah mengapa beberapa hari sebelumnya Jenderal Oerip Soemohardjo diperkenankan lewat. Padahal dia bersama 15 anggota pasukan pengawalnya bersenjata lengkap.
Atas Insiden tersebut, Menteri Pertahanan RI mengajukan protes keras. Pemerintah Inggris pun meminta maaf dan berharap agar Jenderal Sudirman bersedia kembali ke Jakarta. Namun dengan tegas permintaan tersebut ditolaknya. Ini membuat perundingan gencatan senjata tertunda berhari-hari. Baru pada 1 November 1946 Jenderal Sudirman datang melalui kereta dan tiba di Stasiun Manggarai. Sebelumnya ada jaminan dari pihak Inggris bahwa insiden tersebut tidak akan terulang. Kemudian baru perundingan bisa dilaksanakan di Jakarta pada 4 November 1946.
Penggeledahan kereta rombongan pejabat Republik tidak hanya dialami oleh Jenderal Sudirman saja. Sekitar sebulan setelahnya penggeledahan terjadi di Stasiun Kranji. Korbannya adalah rombongan Menteri Justisi Mr. Soetanto dan Wakil Kepala Urusan Polisi Sosrodanoe Koesoemo. Penggeledahan justru sangat merendahkan. Mereka digeledah dengan paksa sambil berjongkok di tengah hujan selama hampir satu jam. Juga saat ingin menghadiri perjanjian Linggarjati, Perdana Menteri Sutan Syahrir sempat ditahan selama dua jam.
Di Gedung Tinggi Tambun Jenderal Sudirman bertemu dengan Komandan Resimen V Cikampek Letnan Kolonel Moeffreni Moe’min dan anak buahnya.
Setelah selesai, Jenderal Sudirman dan rombongan kembali menaiki kereta. Namun saat mencapai Stasiun Kranji, kereta dihentikan oleh tentara Inggris. Begitu koran berbahasa Belanda, Limburgsch Dagblad yang terbit pada 15 November 1946 menjelaskan. Stasiun Kranji saat itu menjadi pos pemeriksaan pihak sekutu terhadap setiap kereta yang menuju ke atau dari Jakarta.
Mereka meminta kepada Jenderal Sudirman agar tidak membawa serta pengawalnya. Permintaan ini tentu saja tidak langsung disetujui. Untuk itu dirinya meminta agar dia beserta pengawalnya bisa datang ke Jakarta secara bersama. Permintaan tersebut kemudian diteruskan ke markas besar Sekutu di Jakarta.
Hasilnya Jenderal Sudirman diperbolehkan melanjutkan perjalanan ke Jakarta bersama pasukan pengawalnya tetapi seluruh senjatanya harus diserahkan sebelum masuk Jakarta. Permintaan ini pun kembali ditolak. Karena pihak Sekutu tidak bergeming dengan permintaanya, akhirnya Jenderal Sudirman memutuskan untuk kembali Yogyakarta. Jumlah pengawalnya sebanyak 1 pleton TRI (mencapai sekitar 30 orang bersenjata lengkap) yang dipimpin oleh Lukas Kustaryo.
Sebagaimana dijelaskan dalam arsip No. 242 dari Australian Reperesentative Batavia untuk Departement of External Affairs Canbera tertanggal 24 Oktober 1946. Bahwa telah terjadi insiden antara AFNEI dengan Jenderal Sudirman di wilayah Bekasi. Sehingga membuat Jenderal Sudirman kembali, tidak meneruskan perjalanan ke Jakarta.
Diantara argumen yang dikeluarkan oleh Jenderal Sudirman adalah mengapa beberapa hari sebelumnya Jenderal Oerip Soemohardjo diperkenankan lewat. Padahal dia bersama 15 anggota pasukan pengawalnya bersenjata lengkap.
Atas Insiden tersebut, Menteri Pertahanan RI mengajukan protes keras. Pemerintah Inggris pun meminta maaf dan berharap agar Jenderal Sudirman bersedia kembali ke Jakarta. Namun dengan tegas permintaan tersebut ditolaknya. Ini membuat perundingan gencatan senjata tertunda berhari-hari. Baru pada 1 November 1946 Jenderal Sudirman datang melalui kereta dan tiba di Stasiun Manggarai. Sebelumnya ada jaminan dari pihak Inggris bahwa insiden tersebut tidak akan terulang. Kemudian baru perundingan bisa dilaksanakan di Jakarta pada 4 November 1946.
Kedatangan Jenderal Sudirman (kiri) disambut oleh Mayor Jenderal Abdul Kadir (kanan) di stasiun Manggarai Batavia, 1 November 1946. Sumber foto: Nationaal Archief |
Penggeledahan kereta rombongan pejabat Republik tidak hanya dialami oleh Jenderal Sudirman saja. Sekitar sebulan setelahnya penggeledahan terjadi di Stasiun Kranji. Korbannya adalah rombongan Menteri Justisi Mr. Soetanto dan Wakil Kepala Urusan Polisi Sosrodanoe Koesoemo. Penggeledahan justru sangat merendahkan. Mereka digeledah dengan paksa sambil berjongkok di tengah hujan selama hampir satu jam. Juga saat ingin menghadiri perjanjian Linggarjati, Perdana Menteri Sutan Syahrir sempat ditahan selama dua jam.
Tidak ada komentar untuk "Jenderal Sudirman Mampir Ke Gedung Tinggi Tambun"
Posting Komentar