Peristiwa G30S dan Bekasi
Setelah terjadinya peristiwa penculikan dan pembunuhan para jenderal di Jakarta, 5 buah panser dari Kodam V/Jaya ke Bekasi pada pagi harinya. Mereka bertemu dengan Komandan Seksi II Kapten S. Dharta dan Komandan Seksi IV Kapten Hendrik. Setelah itu diinformasikan tentang keadaan Jakarta yang gawat dan diperintahkan untuk melakukan penggeledahan terhadap kendaraan yang berasal dari dan menuju Jakarta.
Berdasarkan kecurigaan terhadap PKI sebagai pelaku, membuat Kapten S. Dharta menginstruksikan anak buahnya untuk mencari para pemimpin PKI Bekasi saat itu juga. Namun mereka tidak ditemukan. Ketika melakukan penggeledahan Sekretariat PKI Bekasi, ditemukan sebuah catatan. Disitu tertulis bahwa terdapat rencana pembunuhan terhadap sejumlah tokoh Bekasi jika pemberontakan secara nasional berhasil dijalankan. Diantaranya adalah Dandim 0507/Bekasi Kolonel Subandi, Kapten S. Dharta, Kapten Sulaeman, Bupati Maun Al Ismaun, dan tokoh-tokoh agama masyarakat lainnya.
Masyarakat Bekasi yang sudah lama geram dengan kelakuan PKI, langsung melakukan konsolidasi. Di Alun-alun Bekasi pada 3 Oktober 1965, kolompok pemuda, mahasiswa, maupun pelajar mengadakan rapat umum. Diantara hasilnya adalah mereka membentuk Komando Aksi Tumpas untuk mengatasi para pelaku pemberontakan. Komando Aksi Tumpas dipimpin Ki Agus Abdurrachman (Pemuda Pancasila), Dadang Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah), Abdurrachman Mufti, Ateng Siroj, Muhtadi Muchtar (Pelajar Islam Indonesia) dan Damanhuri Husein (Gerakan Pelajar Pancasila). Selain itu juga terdapat tokoh-tokoh lain dari unsur Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU, IPM dan lain-lain. Tidak hanya itu, di Bekasi juga hadir Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) Bekasi yang diketuai oleh Ateng Siroj dan sekretaris Damanhuri Husein (anak Moh. Husein Kamaly bin Haji Riyan). Lalu ada Gerakan Pagar Betis yang terdiri dari para pemuda dan militer yang dikomando oleh Kopral Kemong. Gerakan-gerakan tersebut bersama-sama menumpas PKI di Bekasi.
Berbagai simbol dan kantor sekretariat PKI Bekasi dihancurkan. Beberapa rumah tokohnya seperti Abbas Djunaedi di Buaran dan Djamiun di Teluk Angsan tidak luput dari amuk masa.
Setelah terbukti bahwa PKI yang melakukan pemberontakan, dan tokoh-tokoh Bekasi ikut terlibat dalam persiapan pemberontakan, Abbas Junaedi selaku Ketua PKI Bekasi yang juga menjabat sebagai anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) Tingkat II Bekasi diberhentikan oleh Bupati Bekasi. Pemberhentian dilakukan melalui SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bekasi No. 26/KDH/1965.
Gedung Juang yang terletak di Tambun, menjadi saksi sebagai tempat tahanan sementara bagi pengurus dan anggota PKI di Bekasi.
Sumber: Buku Sejarah Bekasi, hlm: 409-412
Berdasarkan kecurigaan terhadap PKI sebagai pelaku, membuat Kapten S. Dharta menginstruksikan anak buahnya untuk mencari para pemimpin PKI Bekasi saat itu juga. Namun mereka tidak ditemukan. Ketika melakukan penggeledahan Sekretariat PKI Bekasi, ditemukan sebuah catatan. Disitu tertulis bahwa terdapat rencana pembunuhan terhadap sejumlah tokoh Bekasi jika pemberontakan secara nasional berhasil dijalankan. Diantaranya adalah Dandim 0507/Bekasi Kolonel Subandi, Kapten S. Dharta, Kapten Sulaeman, Bupati Maun Al Ismaun, dan tokoh-tokoh agama masyarakat lainnya.
Masyarakat Bekasi yang sudah lama geram dengan kelakuan PKI, langsung melakukan konsolidasi. Di Alun-alun Bekasi pada 3 Oktober 1965, kolompok pemuda, mahasiswa, maupun pelajar mengadakan rapat umum. Diantara hasilnya adalah mereka membentuk Komando Aksi Tumpas untuk mengatasi para pelaku pemberontakan. Komando Aksi Tumpas dipimpin Ki Agus Abdurrachman (Pemuda Pancasila), Dadang Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah), Abdurrachman Mufti, Ateng Siroj, Muhtadi Muchtar (Pelajar Islam Indonesia) dan Damanhuri Husein (Gerakan Pelajar Pancasila). Selain itu juga terdapat tokoh-tokoh lain dari unsur Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU, IPM dan lain-lain. Tidak hanya itu, di Bekasi juga hadir Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) Bekasi yang diketuai oleh Ateng Siroj dan sekretaris Damanhuri Husein (anak Moh. Husein Kamaly bin Haji Riyan). Lalu ada Gerakan Pagar Betis yang terdiri dari para pemuda dan militer yang dikomando oleh Kopral Kemong. Gerakan-gerakan tersebut bersama-sama menumpas PKI di Bekasi.
Berbagai simbol dan kantor sekretariat PKI Bekasi dihancurkan. Beberapa rumah tokohnya seperti Abbas Djunaedi di Buaran dan Djamiun di Teluk Angsan tidak luput dari amuk masa.
Aksi yang mereka lakukan bukan semata-mata karena G30S/PKI. Itu hanyalah pemantik saja. Karena memang sebelumnya, PKI telah banyak membuat ulah di masyarakat. Sehingga tidak jarang terjadi konflik. Dengan begitu, masyarakat begitu mudah untuk berkumpul dan melakukan aksi guna menangkapi pengurus dan anggota PKI di Bekasi.
Setelah terbukti bahwa PKI yang melakukan pemberontakan, dan tokoh-tokoh Bekasi ikut terlibat dalam persiapan pemberontakan, Abbas Junaedi selaku Ketua PKI Bekasi yang juga menjabat sebagai anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) Tingkat II Bekasi diberhentikan oleh Bupati Bekasi. Pemberhentian dilakukan melalui SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bekasi No. 26/KDH/1965.
Gedung Juang yang terletak di Tambun, menjadi saksi sebagai tempat tahanan sementara bagi pengurus dan anggota PKI di Bekasi.
Sumber: Buku Sejarah Bekasi, hlm: 409-412
Djamiun orang teluk angsana...ya tinggal di teluk angsana lahir 1974 belum pernah tau rumahnya
BalasHapusInfo dong ygvtau
Alhamdulilah aye bangga punya kake seorang pejuang ya itu Dadang Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah)
BalasHapus