Pesawat Inggris Mendarat Darurat di Rawa Gatel (Bekasi Dibakar Inggris, Bersambung 1)
Bekasi di bombardir oleh Inggris, bermula dari mendarat daruratnya pesawat mereka di Rawa Gatel, Cakung, yang saat itu masih merupakan bagian dari Bekasi. Baru di tahun 1976 daerah Cakung menjadi wilayah Jakarta. Pesawat Dakota yang berangkat pukul 11.00 dari Lapangan udara Kemayoran Jakarta tersebut hendak
menuju Semarang, Jawa Tengah. Akibat ada kerusakan mesin, membuat mereka
melakukan pendaratan darurat di Rawa Gatel, Cakung pada hari Jumat, 23 November 1945.
Prajurit India dari pasukan Mahratta
sedang memuat peralatan mereka dari pesawat angkut Dakota Skuadron 31 di
Kemayoran (Jakarta), siap untuk terbang ke Bandung. Salah
satu dari penerbangan seperti ini mendarat darurat di Bekasi pada tanggal 23
November 1945. Sumber Foto Imperial War Museum
Karena Cakung merupakan
daerah kekuasaan Republik, membuat rakyat dan sejumlah pejuang
menghampiri. Awalnya mereka ingin mengetahui apa yang
terjadi dan kemudian hendak menolong. Namun penumpang
pesawat sebanyak 25 orang yang terdiri dari 5 orang dari pasukan Royal Air Force (RAF)
dan 20 prajurit India dari kesatuan
Maharatta Light Infantry melakukan tembakan ke arah rakyat. Karena mereka berpikir bahwa
mereka sedang berada di daerah musuh dan musuh berusaha untuk membunuh mereka.
Inilah yang membuat rakyat menjadi kesal. Setelah terjadi pertempuran, akhirnya
pasukan Inggris pun menyerah. Mereka terdesak dan kalah
jumlah. Terdapat satu korban dari pihak Inggris.
Terhadap tentara yang tersisa, kemudian ditangkap dan dilucuti senjatanya. Oleh
anak buah Haji Maksum yang menguasai daerah tersebut di bawa ke Klender dimana
pasukan Haji Darip berkuasa untuk kemudian diputuskan bagaimana nasib mereka
selanjutnya. Namun mereka tidak sanggup memutuskan dan mengirimkan lebih lanjut
ke pusat komando di Bekasi. Karena perjalanan yang begitu berat, selain karena
jarak, juga terdapat penyiksaan yang mereka alami baik dari pihak laskar,
tentara, maupun rakyat sepanjang perjalanan.
Mengetahui pesawatnya
jatuh di wilayah Cakung, Kewedanaan Bekasi, pasukan Inggris esoknya dari Jakarta langsung bergerak menuju lokasi. Ketika pasukan 6/5th Maharatta
Light Infantry tiba di lokasi kecelakaan, mereka menemukan mayat seorang prajurit. Banyak luka dan beberapa bagian tubuh telah dimutilasi.
Logika mereka kemungkinan besar prajurit lainnya memiliki nasib yang tidak jauh
berbeda
Richard McMillan dalam bukunya The British Occupation of Indonesia
1945-1946: Britain, The Netherlands and The Indonesian Revolution, menjelaskan bahwa tentara Inggris langsung melakukan penyisiran dari rumah ke rumah. Kemudian
ditemukanlah senjata milik Inggris di salah satu rumah tersebut. Penyisiran
terus dilanjutkan, namun kini mereka diserang oleh sekitar 100 orang pejuang
bersenjatakan pedang dan parang. Pertempuran yang sengit itu membuat 25 orang
pejuang gugur, 20 orang luka, dan 15 orang lainnya menjadi tawanan. Sedangkan
dipihak Inggris hanya satu yang tewas dan sedikit yang terluka. Diwaktu yang
sama, lima orang tawanan tewas saat hendak melarikan diri. Sebelum balik ke
Jakarta, sekitar 200 rumah di sekitar pertempuran (Cakung) dibakar oleh tentara
Inggris.
Jenderal Philip Christison, pemimpin Tertinggi Inggris di Indonesia marah besar saat mengetahui kejadian tersebut. Dia pun meminta kepada pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengembalikan tawanan-tawanan tersebut.
Jenderal Philip Christison, pemimpin Tertinggi Inggris di Indonesia marah besar saat mengetahui kejadian tersebut. Dia pun meminta kepada pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengembalikan tawanan-tawanan tersebut.
Kemudian Perdana Menteri Syahrir yang mengetahui peristiwa
tersebut langsung segera menghubungi Komandan TKR Resimen V/Cikampek Letnan Kolonel
Moeffreni Moe'min. Karena dia tahu bahwa lokasi pesawat jatuh masuk dalam
teritori Moeffreni Moe’min. Syahrir dalam teleponnya meminta kepada sang komandan agar mengembalikan seluruh tawanan ke Jakarta. Namun Moeffreni
Moe’min sendiri tidak bisa berbuat banyak. Karena seluruh tawanan telah
dibunuh. Dia pun menyarankan kalau mau pihak sekutu untuk mengambil mayatnya
sendiri.
Bahkan Bung Karno sampai turun ke Bekasi dan menemui Moeffreni Moe’min selaku
pemimpin tertinggi militer di wilayah Bekasi untuk menanyakan duduk persoalan.
“Mereka sudah melewati batas (perbatasan-pen). (Kemudian setelah pesawat mendarat-pen) mereka
menghamburkan tembakan. Melihat tindakan mereka demikian terpaksa kami tembak.
Pokoknya kami adakan pertempuran di sana… Mereka menembaki kami, mereka
menyerang, kami bertahan lalu kami stelling,
kami tembak lagi dengan mitralyur. Kami bersedia kembalikan serdadu India
itu tapi mereka tidak bisa hidup lagi. Namanya bertempur,” papar Moeffreni
Moe’min. “Oh, kalau begitu wajar dong.” Kata Bung Karno. Tidak lama kemudian
presiden pun kembali ke Jakarta. Dan kedatangannya pun ke Bekasi semakin
menggelorakan semangat juang rakyat dan pejuang.
Pihak sekutu menduga bahwa kelompok Banteng Hitam Indonesia yang dipimpin oleh Haji Darip dari
Klender, merupakan penanggung jawab atas kejadian
tersebut. Haji Darip
memang merupakan ekstrimis No. 1 bagi Inggris dan Belanda saat itu. Sedangkan di Bekasi, Barisan Banteng Republik
Indonesia (BBRI) dipimpin oleh M. Husein Kamaly. Markas
utamanya di daerah Kranji. Sehingga di sana ada jalan yang diberi nama Jalan
Banteng.
Salah satu koran dari Australia, The Argus, dalam pemberitaannya pada 28
November 1945, diketahui bahwa 25 orang tentara Inggris dan India telah tewas.
Tiga orang tewas sebelum sampai di tangsi/barak Polisi Bekasi. Sedangkan
sisanya dieksekusi pada Minggu, 25 November 1945.
Sebelumnya, menurut Kalgoorlie Miner (5 Desember 1945), salah
satu koran dari Australia, mengatakan bahwa Menteri Pertahanan RI, Mr. Amir
Syarifuddin pada
25 November 1945 telah mengirimkan surat ke pihak Bekasi agar tawanan
dikirimkan ke Jakarta. Tapi itu sepertinya telah terlambat, karena semua
tawanan telah tewas.
Dari kedua koran tersebut
setidaknya membantah pendapat/tulisan yang mengatakan bahwa pembunuhan terjadi
pada awal Desember 1945 atau sekitar 10 hari setelah pesawat jatuh. Tetapi yang
lebih tepat pembunuhan terjadi dua hingga tiga hari kemudian atau 24-25
November 1945. Selain itu juga, menurut keterangan resmi pemerintah Inggris dan
koran-koran yang memberitakan, jumlah tentara sebanyak 25 orang. Mereka terdiri
dari 5 orang Inggris dan 20 orang India. Dengan begitu juga membantah
pendapat/tulisan yang mengatakan terdapat 26 orang tentara. (Endra Kusnawan)
Sumber: Buku Sejarah Bekasi, 299-304, 2016
Sumber: Buku Sejarah Bekasi, 299-304, 2016
menurut beberapa sumber, yang di eksekusi pada 25 november adalah 5 orang, karena mencoba melarikan diri.. dan sisanya di eksekusi tanggal 3 desember..
BalasHapus