Bekasi Dihancurkan (Bekasi Dibakar Inggris, Bersambung 4, Habis )

Dan benar saja. Pada Kamis, 13 Desember 1945 dengan kekuatan lebih besar. Puluhan truk berisi serdadu Inggris dan India, puluhan panser, dan pesawat terbang menyerbu Bekasi. Mereka berangkat sejak pagi dari Jakarta. Melalui Pulo Gadung, Cakung, Ujung Menteng, Pondok Ungu, Kranji, dan Kampung Duaratus. Inggris mengatakan, tindakannya ini sebagai “punitive expedition” (ekspedisi untuk memberi hukuman).[1]
Kekuatan penuh yang diterjunkan ke Bekasi oleh pihak Inggris sepertinya dilakukan setelah mereka mendapatkan pelajaran berharga dari pertempuran 29 November 1945 di Rawa Pasung dan Pondok Ungu. Selain itu juga yang tidak kalah penting adalah pertempuran yang dahsyat di Surabaya. Yaitu tentang kegigihan masyarakat dan pejuang yang ada di Surabaya melakukan perlawanan yang hampir sebulan penuh, dari yang tadinya hanya tiga hari saja prediksinya. Dan dua jenderal mereka tewas, sesuatu yang bahkan tidak terjadi saat perang dunia kedua.
Berdasar peristiwa Surabaya pula, bisa jadi para petinggi militer di Bekasi tidak melakukan perlawanan yang habis-habisan pula. Karena diperkirakan akan banyak korban yang jatuh dari sipil maupun militer dalam mempertahankan Bekasi sebagaimana yang terjadi di Surabaya sebelumnya.
Sehingga saat merangseknya pasukan sekutu ke daerah Bekasi, mereka tidak mendapatkan perlawanan berarti. TKR dari Resimen Purwakarta yang saat itu sedang menjaga Bekasi pun mundur.
Menurut koran dari Australia, The West Australian (14 Desember 1945), serangan dilakukan dengan menghujani Bekasi yang berpenduduk sekitar 5000 jiwa dengan roket dari pesawat. Di dampingi oleh sejumlah besar pasukan dan Tank Sherman. Setelah itu, baru pasukan masuk dan membakar sekitar 1000 unit rumah dan bangunan lainnya. Sedangkan rumah dan bangunan milik orang Cina secara umum tidak dilakukan pemusnahan. Terhadap serangan brutal tersebut, sekitar 400 orang pejuang berusaha melakukan perlawan. Namun mereka dapat dibubarkan melalui serangan udara. Hal yang sama juga diberitakan oleh The Canberra Times, The Argus, The Advertiser, dan The Mercury pada 14 Desember 1945. 



Hampir sama, Army News (15 Desember 1945), memberitakan penyerangan dilakukan dengan didahului oleh rentetan bom yang dijatuhkan pada beberapa titik. Dan ketika bom terakhir dijatuhkan, saat dilihat dari dataran tinggi beberapa kilometer dari lokasi, Bekasi tampak seperti sebuah film tentang ledakan bom atom. Tidak hanya rumah dan bangunan, sejumlah kendaraan juga menjadi sasaran pemboman. Setelah itu dilanjutkan dengan pembakaran dan hujanan mortir pada sejumlah bangunan atau rumah oleh pasukan darat.


Sebelumnya, para tentara sekutu melakukan penyisiran dari rumah ke rumah. Kemudian mereka disuruh keluar untuk mengungsi. Meskipun banyak juga penduduk yang telah mengungsi sebelumnya. Dalam penyisiran, pihak Inggris mendapatkan empat orang pemuda yang memiliki senjata.

Dalam penyisiran, tertangkap empat orang yang diduga anggota Banteng Hitam. Tampak Letnan Threlfall melucuti empat orang Indonesia yang bersenjataLetnan Penerbang Threlfall memimpin pasukan Korps Sukarela Polisi yang mendampingi pasukan British-India Army pada operasi ini. Sumber Foto:  Imperial War Museums (IWM). 
Terlihat lebih jelas tulisan “Chinese” dalam dinding rumah dibelakang. Tulisan tersebut sebagai penanda bahwa rumah tersebut milik orang Cina dan tidak boleh dibakar atau dihancurkan. Sumber Foto: Imperial War Museums (IWM).

Daerah pertama yang menjadi sasaran pembakaran adalah Kampung Duaratus. Rumah-rumah sekitar alun-alun. Dari situ lalu berlanjut ke daerah-daerah lainnya.
Sejumlah media di Australia mengabarkan sekitar 1000 rumah di Bekasi telah dibakar akibat turut bahu membahu dalam pembunuhan pasukan Inggris. Setelah sebelumnya, Bekasi dihujani oleh roket-roket dari Tank Sherman. Ada yang mengatakan juga bahwa bangunan di Kota Bekasi tinggal sepertiganya saja yang tersisa.
Saat itu sedikitnya dihujani 200 peluru meriam. Infantri dan kavaleri menyerang Bekasi dan kemudian benar-benar membakar Bekasi menjadi lautan api. Sebelum pulang, mereka menanam kira-kira 40 buah granat tangan yang telah dicabut cincinnya. Kebanyakan ditanam di sekitar tangsi polisi, lokasi pembantaian tentara sekutu. Mengetahui hal tersebut, segera dilakukan pembersihan dan pengaman area. Oleh Hasbih, seorang anggota polisi, dijinakkan satu-persatu bom yang ditanam. Hanya saja saat bom terakhir, dia gagal dan hancurlan tubuhnya berkeping-keping.[2]
Tiga tentara Inggris-India dari pasukan Punjab ke-16 sedang menyaksikan rumah yang dibakar. Seorang tentara terlihat memegang jerry can (kaleng minyak) yang digunakan untuk membakar. Sumber: Imperial War Museums (IWM).

Tampak seorang tentara Inggris sedang menyaksikan rumah yang terbakar. Lokasi diperkirakan di Alun-alun Kota Bekasi saat ini. Sumber: Imperial War Museums (IWM).

Tiga tentara Inggris-India dari pasukan Punjab ke-16 sedang membakar rumah di salah satu desa di Bekasi. Seorang tentara terlihat telah melempar kaleng penuh bensin ke api yang sedang membakar rumah. Dan seorang kopral lainnya memegang jerry can (kaleng minyak). Sumber: Imperial War Museums (IWM).
Tampak dua orang serdadu yang sedang melihat rumah yang sedang terbakar. Sumber: Repro Majalah Life, 28 Januari 1946

Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Bekasi mencatat, 14 orang luka-luka, 641 keluarga yang berjumlah 3.379 jiwa kehilangan tempat tinggal, tiga unit mobil terbakar, diantaranya milik kantor berita Antara Jakarta. Sedangkan dalam berita yang dimuat oleh koran Truth terbitan Sydney, Australia pada 16 Desember 1945, menyatakan bahwa banyak warga yang tewas dan terluka akibat pembumihangusan Bekasi oleh pasukan Inggris. Antara sendiri pada 14 dan 17 Desember 1945 melaporkan setidaknya terdapat 600 bangunan yang dibumihanguskan.
Tampak para warga yang sedang keluar dari rumahnya sambil membawa barang seadanya. Mereka diarahkan untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sejumlah tentara Inggris ikut mengawal jalannya pengungsi. Dibelakang para penduduk terlihat asap yang membumbung akibat pembakaran yang sedang dilakukan oleh tentara Inggris. Lokasi foto terletak di pinggir rel kereta Bekasi sebelah timur Kali Bekasi. Ini bisa diketahui dengan letak jembatan yang melintasi kali Bekasi. Sumber: Imperial War Museums (IWM).

 
Tampak sejumlah rakyat yang sedang mengungsi akibat rumah mereka dibakar tentara Inggris. Sumber: Repro Majalah Life, 28 Januari 1946
  
Salah satu koran yang memberitakan pembakaran di Bekasi. 

Secara psikologis, hingga beberapa bulan setelah peristiwa tersebut, banyak rakyat Bekasi yang masih labil. Mereka menjadi masyarakat yang lekas kaget dan takut, terutama terhadap orang yang bersenjata.
Sekitar tanggal 19 Desember 1945, sejumlah petinggi TKR Resimen V Cikampek (Letkol Moeffreni Moe’min, Mayor Priatna, dan Mayor Adel Sofyan) mendatangi Bekasi. Kehadiran mereka turut didampingi oleh Mayor Sambas Admadinata selaku Komandan Batalyon Bekasi. Disamping itu juga terdapat wartawan dari Harian Merdeka, Rosihan Anwar serta fotografer dari Ipphos, Alex Mendur, mereka mengelilingi Bekasi. Menyaksikan puing-puing reruntuhan dari bangunan yang dibakar oleh pasukan Inggris.
Sisa-sisa bangunan yang dibakar Inggris. Foto: Ipphos,
Diperkirakan bangunan tersebut adalah Masjid Al Barkah di Alun-alun Kota Bekasi. Terlihat hanya bangunan tersebut yang yang tidak dibakar, sedangkan bangunan disekitar telah rata dengan tanah. Foto: commons.wikimedia.org

Sisa-sisa bangunan yang dibakar Inggris. Foto: commons.wikimedia.org

Sisa-sisa bangunan yang dibakar Inggris. Foto: commons.wikimedia.org

Ki-Ka: Mayor Adel Sofyan, Mayor Sambas Admadinata (memunggungi), Rosihan Anwar, Mayor Priatna Letkol Moeffreni Moe’min. Foto: Ipphos, Sumber Perpustakaan Republik Indonesia

Peristiwa ini menjadi berita besar bagi pers Nasional maupun Internasional. Bahkan menjadi sorotan dunia internasional akibat perbuatan tentara Sekutu yang begitu brutal terhadap penduduk. Apalagi saat itu bangsa Eropa baru mengalami kekejaman perang yang dilakukan oleh Nazi Jerman.
Des Alwi yang merupakan wartawan Istana Negara sempat mengabadikan pembakaran yang dilakukan oleh Sekutu terhadap bangunan-bangunan di Bekasi melalui kamera filmnya yang tidak sampai 10 menit. Dia saat itu sedang naik kereta api hendak menuju Jakarta setelah dari Surabaya yang saat itu menjadi perhatian pers nasional maupun internasional setelah terbunuhnya Jenderal Malaby di Surabaya pada 10 November 1945.
Dua hari setelah peristiwa pembakaran tersebut, Perdana Menteri Syahrir berpidato di radio yang memprotes tindakan Sekutu yang membabi buta. Kemudian secara resmi pada 19 Desember 1945 diumumkan melalui Berita Republik Indonesia.
Surat Pernyataan Sikap Pemerintah Republik Indonesia terhadap peristiwa pembakaran pemukiman di Bekasi yang terjadi pada 13 Desember 1945. Sumber: Repro buku Koesnodiprodjo 1945 (1950:96).

Pengumuman Pemerintah tersebut juga dimuat di koran Kedaulatan Rakyat pada 22 Desember 1945. Selain menampilkan pengumuman, pemerintah juga menyerukan kepada rakyat Indonesia. Dalam seruannya, pemerintah meminta kepada rakyat sekuat tenaga agar tidak melakukan usaha-usaha yang bisa dijadikan alasan bagi pihak sekutu untuk bertindak yang hanya membuat rugi masyarakat itu sendiri.
Dalam media nasional, surat kabar Kedaulatan Rakjat edisi 17 Desember 1945 memuat berita dengan judul “Tentara Inggris Membom dan Membakar Roemah2 dan Kampoeng Bekasi.” Pemboman dan pembakaran tersebut terjadi di Bekasi, Tambun, Cikarang, Rengasbandung, Lemahabang, hingga Klari di Karawang. Api yang besar dan hampir merata di kampung-kampung dari Bekasi hingga Karawang, membuat tak kunjung padam hingga malam dan pagi kembali. Dari jarak yang jauh tampak udara yang hitam kemerah-merahan.
Dalam surat kabar Merdeka edisi 21 Desember 1945 menulis, “Menganggap seluruh desa bersalah, oleh karena beberapa orang desa menjalankan kesalahan itu, dan cara mengadakan hukuman itu menurut pendapat pemerintah melalui batas peri kemanusiaan.”
Surat kabar Merdeka juga pada 29 Desember 1945 memuat tulisan Rosihan Anwar berjudul “Meninjau Jawa Tengah dan Jawa Timur.” Dalam tulisan tersebut dia menceritakan kondisi Bekasi pasca pemboman dan pembakaran yang dilihatnya melalui perjalanan kereta api.
”Waktu kita melewati Bekasi nampaklah di tepi jalan rumah-rumah habis terbakar menjadi debu sebagai akibat kekerasan Inggris. Pemandangan amat menyedihkan, mengingatkan kita bahwa disana ada jejak peperangan. Akan tetapi justru dekat reruntuhan rumah itu juga kita melihat perempuan turun ke sawah memasukan benih-benih ke dalam lumpur. Pertentangan ini mengharukan jiwa musafir, sebab didekat reruntuhan muncul dengan tabahnya usaha menghidupkan. Itulah bangsa Indonesia penuh vitaliteit, mempunyai banyak kegembiraan dan tenaga hidup berlimpah-limpah. Akan tetapi di belakang garis pertama kita harus pula berjuang melakukan usaha-usaha pembangunan di dalam negara. Selain daripada perjuangan mempertahankan Republik terhadap tenaga-tenaga yang menyerangnya, haruslah dibangkitkan tenaga-tenaga pembangunan dengan giat. Inilah hendaknya pedoman kita: di samping menggempur, membangunkan!”

Selain berita tentang pembakaran Bekasi, Darmawidjaya (seorang redaktur budaya pada suatu koran) menuliskan sebuah puisi tentang peristiwa yang memilukan. Puisi yang ditulis pada 28 Desember 1945 tersebut dimuat di surat kabar Merdeka pada 2 Januari 1946.
Kami Membangun
Pembakaran Bekasi
Simpang-siur berkaparan,
Hitam-hangus rupa runtuhan,
Bau darah campur mesiu
Masih terbau,
Suasana lemas merawan-mesra,
Berganti hati haru-gembira,
Ketika wanita tampak membangun,
Membenam benih di tengah gurun.
Ketika melihat tani gembira turun ke sawah,
Merecah bencah lumpur subur berair mewah,
Semangat 'teriak: Tuan meroboh-meruntuhkan,
Kami mencipta-membangunkan!
Di atas peninggalan tangan kejammu
Kami bangunkan dunia yang baru!
Jakarta, 28 Desember 1945
Sedangkan media internasional, seperti John Hall dari surat kabar Daily Mail terbitan New York, mengungkapkan bahwa Amerika Serikat mencela tindakan-tindakan Inggris di Jawa, terutama balas dendamnya terhadap Bekasi. Bahkan Hall menyetarakan peristiwa yang tidak berperikemanusiaan itu dengan pemboman dan pembakaran oleh tentara Nazi Jerman terhadap kota Lidice, Polandia, pada masa Perang Dunia II. Termasuk juga oleh koran Truth terbitan Sydney, Australia pada 16 Desember 1945, yang menyatakan bahwa Bekasi menjadi Lidice-nya Jawa. Pemimpin tertinggi NICA, Dr. Van Mook, telah berangkat ke Belanda untuk menjelaskan keadaan kepada pemerintah.


Surat kabar Daily Worker edisi 15 Desember 1945 menulis,
“Ketika mendengar berita bahwa kaum Nazi membakar rumah-rumah Eropa, alangkah meluapnya rasa benci kita terhadap mereka. Kita ikut berterima kasih kepada serikat-serikat kita bahwa kota-kota kita sendiri tidak mengalami nasib demikian.”
Akan tetapi, bagaimanakah perasaan kita sekarang, ketika mendengar berita dari Jawa? Orang-orang akan menjawab dengan amarah bahwa tidak ada persamaan sama sekali antara peristiwa Bekasi dan peristiwa di Eropa.”
Suara protes terhadap Inggris juga disampaikan surat kabar liberal Inggris, News Chronicle. Dalam surat pembacanya, seorang pelajar Indonesia di London yang tidak disebutkan namanya menyatakan, ada kalanya kita ingin sekali tak mengenal bahasa Inggris atau Prancis, sepatah katapun.
Pada 18 Desember 1945, Raja Muda India, Jenderal Wavell, memberitahukan bahwa di India timbul komentar-komentar yang pedas menanggapi peristiwa Bekasi. Peristiwa dan nada protes dari dunia internasional tersebut juga membuat Parlemen Inggris meminta laporan mengenai peristiwa Bekasi kepada Panglima South-Asia Command, Laksamana Mountbatten.[3]
Pada malam hari setelah melakukan pembumihangusan Bekasi oleh Inggris, pihak pejuang dari unsur TKR maupun Laskar melakukan serangan balasan dari jarak dekat oleh pasukan golok yang membawa granat tangan. Akibatnya, Sekutu mengundurkan diri dari Bekasi ke Jakarta. Kemudian diikuti pertempuran di jalan-jalan menuju Bekasi. Dalam pertempuran ini pasukan Haji Darip dari Klender, banyak ambil bagian dalam mempertahankan Bekasi.[4]
Lukas Kustaryo (25 tahun), dari Kompi I di bawah komando Resimen VI/Cikampek, langsung merespon perbuatan tentara sekutu tersebut dengan membawa pasukannya yang dibantu pejuang dari Bekasi untuk melakukan serangan balik. Markas Sekutu di Cililitan pun menjadi sasaran. Dari serangan ini membuktikan bahwa Bekasi masih ada dan masih terus berjuang.
Dalam buku Mengenang Sjahrir (2010), Mr. Tan Po Goan menceritakan bahwa suasana Bekasi pada saat itu seperti kota hantu, karena tidak ada ada penduduknya. Seluruh penduduk dan angkatan bersenjata mengosongkan Bekasi. Sehingga suasananya begitu sunyi dan mencekam.[5]
Surat Kabar Merdeka terbitan 19 Desember 1945 mengabarkan bantuan yang dikirimkan oleh berbagai pihak. Pemerintah Karesidenan Djakarta, Kabupaten Jatinegara, dan anggota Badan Pekerdja Kabupaten pada 16 Desember 1945 mengunjungi Bekasi dan Rumah Sakit Karawang. Dalam kesempatan tersebut, mereka menyerahkan bantuan berupa uang sebesar £ 10.000, 60 blok kain hitam dan 750 helai baju kepada kepala Badan Penolong Korban Kecelakaan Bekasi. Pemerintah Daerah Karawang pun menyumbang 2000 helai pakaian dan 100 bal beras. Pesindo Cikampek mengirim bantuan berupa bahan makanan yang terdiri dari 40 bal beras, 5 bal jagung, 1 bal kedelai, 1 bal gula pasir, dan 100 potong baju perempuan baru. Selain itu, banyak pula berbagai bentuk bantuan tidak tercatat namun cukup berarti bagi masyarakat daerah Bekasi.
Oleh:
Endra Kusnawan





[1]Ali Anwar. Bekasi Luluh Lantak Dibom Sekutu. Radar Bekasi, Kamis, 30 Desember 2010.
[2]Darmiati, dkk. Perjuangan Mempertahankan Jakarta Masa Awal Proklamasi: Kesaksian Para Pelaku Peristiwa. Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta 1998., hlm. 43 serta Majid, Dien dan Darmiati. Jakarta-Karawang-Bekasi Dalam Gejolak Revolusi: Perjuangan Moeffreni Moe’min. Keluarga Moeffreni Moe'min, Jakarta 1999., hlm. 231.
[3]Ali Anwar. Bekasi 1945 Mengguncang Dunia Internasional. Radar Bekasi, Senin, 10 Januari 2011.
[4]https://alwishahab.wordpress.com/2008/09/16/krawang-bekasi/ dan Darmiati, dkk. Op. Cit., hlm. 43-44.
[5]Rosihan Anwar (ed.). Mengenang Sjahrir: Seorang Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisihkan dan Terlupakan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2010, hlm. 129-131.
Endra Kusnawan
Endra Kusnawan Orang yang senang belajar sesuatu hal yang baru. Saat ini bekerja di sebuah perusahaan kelapa sawit bagian ngurusin CSR. Waktu luangnya digunakan untuk berbagi pengetahuan seputar sejarah, pelatihan dan motivasi. Dalam konteks sejarah, merupakan pendiri Grup diskusi di Facebook, Wisata Sejarah Bekasi, sejak 26 Januari 2013. Juga merupakan pendiri sekaligus Ketua Komunitas Historia Bekasi sejak Agustus 2016. Bisa dihubungi 0818.0826.1352

1 komentar untuk "Bekasi Dihancurkan (Bekasi Dibakar Inggris, Bersambung 4, Habis )"

  1. Maaf mau bertanya, apakah ini bersumber dari buku Sejarah Bekasi? Terima kasih

    BalasHapus

Posting Komentar